Musa Widyatmodjo Akan Buat Indonesia Bangga

Nama Musa Widyatmodjo tidaklah asing lagi di telinga masyarakat yang mengerti tentang fashion. Desainer lulusan Drexel University Philadelpia, Amerika Serikat jurusan Fashion Design ini merupakan pemilik MUSA Atelier yang telah berdiri sejak tahun 1991. Koleksi dan karyanya beragam mulai dari seragam, pakaian kasual hingga busana formal.

Perjalannya menuju kesuksesan berawal dari kegigihan Musa mengikuti kata hati bersekolah fashion walau ditentang oleh kedua orang tuanya. “Awalnya orang tua ga setuju, saat itu 1985, at that time fashion tidak dianggap sebagai karir profesional,” ungkapnya. Sedangkan fashion sendiri menarik bagi Musa karena merupakan produk seni yang memang dekat dengan manusia langsung bagaikan kulit kedua. Di dalam fashion inilah ilmu mengenai psikologi, karakter, dan budaya menurutnya dapat bersatu dan diwujudkan menjadi bentuk yang nyata. “Fashion is not just to be admired, it must be wearable. Karena kalau tidak, itu hanya akan menjadi konsep dan mimpi. Itu baru menjadi fashion bila dipakai dengan manusia.”

Chairperson dari Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia ini memiliki ciri khas tersendiri dalam desainnya, terutama dalam mengolah sesuatu yang detail. Hal ini terlihat dari pemilihan dan kombinasi bahan, yang seringkali memadukan dan memunculkan karakter kain tradisional. Musa juga menghindari menciptakan pakaian yang terlalu vulgar, melainkan lebih suka menunjukan sensualitas dengan cara yang lebih anggun.

Selama berkecimpung menjadi desainer, pria yang karyanya sudah go international ini telah sering dijiplak hasil desainnya. Pasalnya, kepemilikan secara intelektual hanya sebatas pada branding, sedangkan desain sebuah pakaian sangat mudah dijiplak dengan melakukan sedikit perubahan. Menanggapi hal ini, Musa berpegang pada perkataan ‘forgery is the best compliment someone can have.’ “Saat saya mendapat ide itu merupakan berkat, dan kalau ada yang ambil itu saya percaya saya akan mendapat berkah yang lain,” tambahnya. Di sisi lain, pengalaman-pengalaman tersebut telah membuat Musa menjadi lebih kreatif dalam membuat desain yang sulit ditiru. Salah satu caranya adalah dengan menggabungkan bahan-bahan dan material yang berasal dari banyak lokasi yang berbeda.

Berbicara fashion bagi Musa berarti berbicara mengenai masa lalu, masa kini dan masa depan. Di Indonesia sendiri telah terjadi banyak perubahan, seperti misalnya struktur tubuh dan lebih banyaknya kepedulian masyarakat, terutama pria, terhadap desain pakaian. Dalam hal tren, masyarakat dunia kini lebih senang dengan yang namanya personal expression. Oleh karena itu, kompetisi dalam fashion kini tidak lagi dalam harga, melainkan kreativitas dan eksklusifitas. “Produk tas milyaran itu kan ada marketnya, itu salah satu buktinya,” jelas Musa.

Saat ini pemegang gelar Bachelor of Science tersebut sedang disibukkan dengan acara Indonesia Fashion Week 2016 yang akan diadakan pada 10 -13 Maret mendatang. Tujuan dari acara ini sendiri adalah membuat produk Indonesia dapat tampil dengan standar internasional. Salah satu kendala yang dihadapi Musa dalam menjadikan tujuan tersebut nyata adalah perkembangan industri fashion yang masih sangat terbatas. “Kita bicara soal fashion industry, tapi sebenarnya belum menjadi industri di Indonesia. Yang sudah itu adalah garmen,” jelasnya lebih lanjut. Lifestyle expert ini juga mengaku bahwa masih banyak peningkatan yang harus dilakukan, termasuk membuat platform seperti acara Indonesian Fashion Week yang lebih ketat dan profesional.

Dalam waktu kedepan Musa juga akan menjalani kerjasama dengan salah satu label di Paris untuk membuat scarf berdesain kontemporer dengan teknik batik tradisional. “Saya inginnya orang Indonesia bangga karena saya buatnya di Indoensia tapi dijual di paris bisa jutaan,” tutupnya.

 

Gaby
Foto: rr

sumber : buset-online.com

Leave a Reply