Berikut Saran Hillary Brigitta Lasut, SH, LLM Untuk Kapolri Terkait Penerapan Miranda Rules Di Indonesia
Bintangplus.com – 19/01/2022, Berkaca dari kasus seorang bapak bernama Venje Kahimpon 64thn di manado provinsi sulawesi utara di mana beliau di adili terkait kasus pembunuhan hewan ternak yang memasuki pekarangan kebun nya menggunakan sebuah ranjau , yang selanjutnya kasus tersebut berujung pada proses hukum. Namun ketika proses hukum berjalan bapak tersebut yang kini telah berstatus terdakwa dari awal hingga saat ini tidak di dampingi oleh kuasa hukum , sehingga dalam prosesnya si bapak tersebut memiliki keterbatasan untuk melakukan pembelaan.
padahal kita tau sendiri bahwa di negara kesatuan republik indonesia yang sangat menjunjung tinggi nilai , kaedah dan norma hukum yang berlaku sehingga setiap warga negara di lindungi hak hukumnya sekalipun seseorang telah melalukan kesalahan namun bukan berarti seseorang tidak memiliki hak untuk melakukan pembelaan sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku.
Di sisi lain pernah terjadi salah satu kasus yang sangat fenomenal dan menjadi sejarah peradilan hukum di amerika kasus Miranda Vs Arizona di mana pada akhirnya menjadi suatu Istilah Miranda Rules yang sebenarnya adalah suatu prinsip hukum acara pidana di Amerika Serikat yang berasal dari kasus Tersebut pada tahun 1966 yang akhirnya memunculkan Amandemen Kelima Bill of Rights:
“No person shall be held to answer for a capital, or otherwise infamous crime, unless on a presentment or indictment of a Grand Jury, except in cases arising in the land or naval forces, or in the Militia, when in actual service in time of War or public danger; nor shall any person be subject for the same offence to be twice put in jeopardy of life or limb; nor shall be compelled in any criminal case to be a witness against himself, nor be deprived of life, liberty, or property, without due process of law; nor shall private property be taken for public use, without just compensation.”
Terjemahan bebasnya adalah:
Tiada seorangpun diharuskan menjawab untuk suatu tindak pidana umum atau tindak pidana yang belum dikenal, tanpa penjelasan atau penggambaran dakwaan dari Juri, kecuali untuk kasus yang timbul di Angkatan Darat atau Angkatan laut, atau di dalam Milisi, ketika sedang bertugas dalam perang atau bahaya umum; juga tidak seorangpun menjadi terdakwa dan didakwa dua kali untuk kasus yang sama sehingga membahayakan hidupnya, juga tidak akan dipaksa dalam setiap kasus pidana untuk menjadi saksi melawan dirinya sendiri, juga tidak akan dikurangi kehidupan, kebebasan, atau harta bendanya, tanpa proses hukum; juga kepemilikan pribadi tidak akan diambil untuk kepentingan umum, tanpa kompensasi yang adil.
Dari kasus tersebut kita dapat melihat bahwa Bentuk nyata dari penerapan Miranda Rules adalah Miranda warning yang minimal harus diberikan oleh polisi ketika menangkap seseorang (terduga / pelaku /tersangka) dan sebelum dilakukan interogasi atau proses penyidikan Umumnya Polisi akan berkata:
You have the right to remain silent. Anything you say can and will be used against you in a court of law. You have the right to speak to an attorney, and to have an attorney present during any questioning. If you cannot afford a lawyer, one will be provided for you at government expense.
(Kamu memiliki hak untuk diam. Apapun yang kamu katakan dapat dan akan digunakan untuk melawanmu di pengadilan. Kamu memiliki hak untuk bicara kepada penasehat hukum dan dihadiri penasehat hukum selama interogasi. ” Apabila kamu tidak mampu menyewa penasehat hukum, maka akan disediakan satu untukmu yang ditanggung oleh Pemerintah “.
Di Indonesia, hukum acara pidana diatur dalam KUHAP atau Undang-undang no 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana Di dalam KUHAP kita tidak mengenal istilah Miranda Rules, namun kita dapat menemukan beberapa prinsip yang serupa dengan Miranda Warning sebagaimana diatur dalam beberapa pasal berikut ini:
1. Pasal 18 ayat (1) KUHAP: Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
2. Pasal 51 KUHAP
Untuk mempersiapkan pembelaan:
a. tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;
b. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.
3. Pasal 52 KUHAP: Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
4. Pasal 54 KUHAP : Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
5. Pasal 55 KUHAP : Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya.
6. Pasal 56 KUHAP :
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka;
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.
7. Pasal 57 KUHAP
(1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini;
(2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya.
Jika kita lihat dari penjabaran pasal demi pasal dalam KUHAP maka sudah sewajarnya prinsip tersebut di tuangkan dalam aturan baku dalam proses pengidikan ataupun penyelidikan agar dapat di terapkan dan di sosialisasikan ke masyarakat secara umum
Sebab mungkin saja dalam setiap proses dalam tingkatan di kepolisian masih kurangnya pemahaman dari oknum kepolisian itu sendiri ataupun kurangnya pengetahuan dari masyarakat.
Oleh sebab itu demi kepentingan hukum setiap warga negara masyarakat dan demi semakin profesional penangan proses hukum di tingkat kepolisian maka saya menyarankan untuk pihak kepolisin republik indonesia dalam hal ini bapak kapolri untuk kiranya dapat menerbitkan atau melahirkan satu Perkab (peraturan kapolri) terkait prinsip dan kaedah dari miranda rules di tingkan proses hukum di kepolisian agar kedepan tidak adalagi Ventje – Ventje lain yang di adili tanpa di dampingi oleh kuasa hukum sehingga setiap hak hukum warga negara masyarakat dapat di lindungi oleh pemerintah.
www.hillarylasut.com