Susilo Bambang Yudhoyono, dikenal dengan sebutan SBY, adalah Presiden Indonesia keenam. Ia dipilih secara langsung oleh rakyat di tahun 2004, dan kemudian dipilih kembali pada tahun 2009 dengan mandat yang besar.
SBY lahir tanggal 9 September 1949, di Pacitan, Jawa Timur, sebuah kota kecil yang memiliki tantangan alam dan kehidupan yang khas. Masyarakat Pacitan adalah pekerja keras, lugu, dan patuh pada pranata, rukun, dan memiliki ikatan persaudaraan yang kuat, serta banyak yang merantau untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Mayoritas rakyat Pacitan ketika SBY tumbuh menjadi pemuda adalah masyarakat yang miskin, dan dengan tingkat ketertinggalan dan keterbelakangan yang tinggi. Dalam lingkungan yang khas dan tantangan hidup yang keras seperti itulah nilai kepribadian dan karakter SBY dibentuk. Setelah ia menjadi pemimpin di negeri ini, empati dan rasa sepenanggungan yang dalam terhadap kaum ekonomi lemah itu ternyata amat berpengaruh terhadap pikiran, kebijakan, dan tindakan SBY, utamanya dalam bidang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Banyak kebijakan SBY yang diketahui sangat pro-rakyat miskin. Termasuk ideologi ekonomi SBY yang bertumpu pada ”sustainable growth with equity” ~ pertumbuhan yang adil dan berkelanjutan.
Pada bulan Januari 1970, SBY memasuki Akademi Militer di Magelang. Setelah menjalani pendidikan kemiliteran dan keperwiraan yang mengubah kehidupan dan masa depan SBY, selanjutnya ia mengabdi dan berdinas di jajaran TNI hampir selama tiga dasawarsa. Penugasan yang dilalui dan dijalankan oleh SBY amat beragam, baik di medan pertempuran, di arena pendidikan dan pelatihan, bertugas di satuan tempur maupun teritorial, maupun tugas-tugas internasional, termasuk misi perdamaian PBB di bekas negara Yugoslavia. Ia meraih pangkat jenderal bintang empat, dan terkenal sebagai ”the thinking general”, meskipun pengalamannya di dunia militer tergolong lengkap.
Ketika ia berpangkat kolonel dan bertugas sebagai Komandan Korem di Yogyakarta, dan kemudian sebagai mayor jenderal bertugas sebagai Pangdam di Sumatera Bagian Selatan, masyarakat menilai bahwa SBY melakukan pendekatan yang khas dalam pelaksanaan tugasnya. Ia sungguh menghormati norma dan nilai demokrasi, serta memilih pendekatan yang persuasif dan dialogis, sesuatu yang tergolong baru dalam era politik yang otoritarian waktu itu. Itulah sebabnya ketika pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis dan perubahan politik yang dramatis, SBY, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Staf Sosial Politik ABRI dan sekaligus Ketua Fraksi ABRI di MPR RI, menjadi tokoh sentral dalam reformasi internal TNI ~ gerakan penting yang ikut mengubah jalannya sejarah di Indonesia.
Ketika SBY bergabung dalam Kabinet Presiden Abdurrahman Wahid dan kemudian Kabinet Presiden Megawati Soekarnoputri, baik sebagai Menteri Pertambangan dan Energi maupun sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, dalam kapasitasnya sebagai pembantu presiden, ia terlibat sangat aktif dan ikut menangani secara langsung berbagai persoalan bangsa di era krisis yang berat dan kompleks. Apakah itu ikut mengatasi ekonomi nasional yang nyaris kolaps, mengatasi disintegrasi sosial dan konflik komunal di berbagai wilayah, menjaga stabilitas politik yang tergoncang dan sangat labil, ataupun menjaga hubungan internasional yang sangat tidak mudah di tengah sanksi, embargo dan tekanan-tekanan lain dari masyarakat internasional terhadap Indonesia.
Di sinilah, selama hampir lima tahun, SBY belajar banyak membantu presiden dalam mengatasi berbagai persoalan dan tantangan, serta dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. SBY tidak ”terlahir” sebagai politisi. Ia seorang prajurit profesional. Oleh karena itu, ketika akhirnya memasuki dunia politik dan pemerintahan ia kerap mengalami konflik dalam dirinya akibat benturan antarnilai dan pranata yang berbeda ~ antara politik dan ketentaraan.
Sungguhpun berkaitan dengan ketokohan SBY di berbagai bidang di tingkat internasional, SBY mendapat kepercayaan dan misi penting dari PBB untuk menjadi Ketua Panel Tingkat Tinggi PBB guna merumuskan Agenda Pembangunan Pasca 2015, bersama Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. SBY juga pernah dinobatkan sebagai ”100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia” oleh majalah Time. Sementara itu, nama SBY beberapa tahun berturut-turut masuk dalam daftar 500 tokoh Muslim yang paling berpengaruh di dunia, dengan peringkat ke-9 pada tahun 2012, oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre. Dan, satu lagi, oleh majalah Veja Brazil, SBY disebut sebagai ”the Most Voted Leader in the World” karena ia mengantongi suara tertinggi dalam pemilihan presiden ~ sebanyak 73,8 juta suara ~ dalam sebuah pemilihan yang demokratis, yang kemudian disusul oleh Barrack Obama, George W. Bush, Lula da Silva, Bill Clinton, Ronald Reagan, Vladimir Putin, dan lain-lain.
Melengkapi sosok sang Presiden, oleh banyak kalangan SBY disebut sebagai pemimpin, jenderal, ilmuwan, politisi, dan juga musisi. Perpaduan banyak nilai, perilaku, dan pandangan yang sering tidak mudah untuk rukun satu sama lain. Tetapi, semuanya ada dan baik-baik saja dalam kehidupan SBY.
Dr. Ahmad Yani Basuki
Sumber : buku.kompas.com