Surya Paloh adalah seorang pengusaha pemilik Metro TV yang juga aktif berpolitik.
Wajah brewokan dan pidato yang disampaikan berapi-api adalah ciri khas seorang Surya Paloh. Kesukaannya dalam berorganisasi sejak kecil telah membawa Surya menjadi salah satu tokoh politik nasional. Berdirinya Metro TV juga tidak lepas dari pengalaman bisnis Surya yang telah ditempuh sejak belia. Yuk, simak kisah inspiratif Surya Paloh bersama Bintangplus.com!
Anak Aceh yang Besar di Medan
Surya Paloh dilahirkan di kota Kutaraja yang kini bernama Banda Aceh pada 16 Juli 1951. Ada yang unik dari peristiwa kelahiran anak bungsu dari empat bersaudara ini, Surya lahir setelah kedua orangtuanya menunggu selama tujuh tahun untuk mempunyai anak lagi. Bahkan, orang tua Surya yang bernama Daud Paloh dan Nursiah sempat bernazar akan menyembelih seekor kambing agar dikaruniai anak keempatnya.
Sebagai anak bungsu, Surya kecil amat dimanja oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Saking manjanya, ia meminta keluarganya untuk memanggilnya ‘Bang Surya’. Meski dimanja, bukan berarti Surya selalu terhindar dari hukuman apabila ia melakukan kesalahan. Ia pernah ‘dipenjara’ ayahnya di dalam sebuah gudang karena asyik bermain seharian penuh tanpa meminta izin kedua orang tuanya.
Meskipun lahir di Aceh, Surya rupanya tumbuh besar di Medan, Sumatera Utara.
Sumber: newmandala.org
Meski dilahirkan di Tanah Rencong, Surya justru lebih akrab dengan kultur dan kebudayaan kota Medan. Sebab, laki-laki bernama lengkap Surya Dharma Paloh itu mesti mengikuti ayahnya yang berpindah-pindah tempat tinggal karena profesinya sebagai polisi. Mulai 1955, keluarga Paloh meninggalkan Serambi Mekkah ke Sumatera Utara karena dipindahtugaskan. Selema beberapa kali mereka berpindah-pindah tempat tinggal antara lain Asahan, Simalungun, dan Tarutung.
Surya mulai berpisah dengan keluarganya ketika mereka pindah ke Tarutung. Sebab, Surya mesti melanjutkan sekolahnya di Medan. Akibat masa kecil dan remajanya yang dihabiskan di Sumatera Utara, Surya memahami dan mengerti Bahasa Aceh sedikit pun. Ketidaktahuan ini menghasilkan cerita menarik pada 1976 ketika musim kampanye Pemilu tiba.
Saat itu, Adam Malik, Menteri Luar Negeri RI, mengunjungi Aceh dengan statusnya sebagai juru kampanye Golkar. Di atas panggung, ia mengundang seorang pemuda untuk berkampanye dengan Bahasa Aceh. Pemuda itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya Paloh. Akhirnya, Surya pun berkata jujur di atas panggung tentang dirinya yang tidak memahami Bahasa Aceh.
“Mohon maaf saudara-saudaraku sekalian. Nama saya Surya Paloh. Saya memang asli Aceh, tapi besar di Medan. Maaf, saya tidak bisa berbahasa Aceh. Tapi saya juga anggota Ikatan Pemuda Tanah Rencong. Jadi, jangan ragukan komitmen saya untuk Aceh,” katanya dikutip dari Tokoh Indonesia. Tak disangka, pengakuan itu justru memperoleh sorak-sorai dan tepuk tangan dari massa kampanye.
Politisi yang Senang Berorganisasi
Surya tengah berorasi dalam sebuah acara yang diselenggarakan Partai Golkar.
Sumber: viva.id
Kehadiran Surya dalam kampanye Golkar tersebut tentu bukan tanpa alasan. Sejak lama, Surya memang tercatat sebagai anggota partai berlambang pohon beringin itu. Bahkan, keanggotaannya di Golkar lebih lama ketimbang keanggotaan manatan Ketua Umum Golkar yang sempat menjadi Ketua DPR, Akbar Tandjung. Namun, karir organsisasi Surya ternyata sudah dimulai jauh sebelum ia bergabung dengan Golkar.
Gelora politik Surya Paloh berkobar ketika usaha kudeta G30S terjadi pada 1965. Saat itu, ia mendirikan dan memimpin Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) sub rayon Serbelawan. Sebelum G30S meletus, Surya pun telah mendirikan Gerakan Pemuda Pelajar (GPP) Dolok Batunanggar, Simalungun, Sumut dan menyandang status Ketua Umum. Padahal, saat itu ia baru menginjak usia 14 tahun.
Berselang satu tahun setelah peristiwa G30S, ia mendirikan KAPPI tingkat Kecamatan Dolok Batunanggar bersama enam orang temannya. Di sana ia berstatus sebagai Ketua Umum pada 1966-68. Ketika berkiprah di KAPPI tingkat kemacatan inilah Surya mulai menunjukkan talentanya dalam berorganisasi dan berorasi. Sejak saat itu pula, Surya mulai menggeluti dunia politik jalanan. Buktinya, hampir setiap hari ia dan teman-temannya menggelar aksi unjuk rasa.
Berkat kejeliannya dalam melihat perubahan peta politik akibat transisi kepemimpinan antara Orde Lama dan Orde Baru, Surya bergabung dengan Gerakan Pemuda Pancasila (GPP) tingkat Sumatera Utara. Selain itu, Surya juga mendirikan organisasi Persatuan Putra-Putri ABRI (PP-ABRI) di Medan pada 1968. Organisasi ini didirikan untuk menjadi wadah tunggal bagi anak kolong yang kerap berkelahi. Anak kolong adalah istilah untuk anak-anak yang tinggal dan besari di tangsi polisi dan tentara.
Selain mendirikan PP-ABRI, Surya juga didaulat sebagai Ketua Umum PP-ABRI Medan pada periode 1968-1970. Kiprahnya di PP-ABRI Medan membawa Surya terpilih menjadi Ketua Koordinator Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Golkar (Ko-PPM Golkar) Kota Medan. Dengan bergabung dalam underbouw Golkar, Surya sadar bahwa dirinya sudah memasuki zona politik praktis. Dari sinilah karier Surya sebagai politisi dimulai.
Kader Kritis Partai Beringin yang Membelot
Surya Paloh telah memulai petualangan politiknya sejak 1977.
Sumber: detak.co
Pada 1971,Surya mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Medan ketika ia masuh berusia 19 tahun. Sadar akan pengalamannya yang masih sedikit, ia mundur dari pencalonan dan meningkatkan targetnya ke tingkat nasional. Hasilnya, pada usia 25 tahun ia melenggang ke Senayan untuk menjadi anggota MPR pada 1977. Jabatan itu ia emban selama sepuluh tahun karena pada Pemilu 1982 ia kembali dipercaya untuk menjadi wakil rakyat.
Pengalamannya menjadi legislator membuat Surya dipandang sebagai politisi muda yang pantas diperhitungkan dalam pentas politik nasional. Ia pun kembali dicalonkan menjadi anggota MPR pada 1987 namun ia urung dilantik sebagai anggota MPR untuk ketiga kalinya. Sebab, harian Prioritas yang ia miliki dibredel pemerintah. Selain menjadi politisi, sosok Surya Paloh memang juga dikenal sebagai seorang pebisnis media. Pasca 1987, Surya pun lebih dikenal sebagai tokoh pers nasional yang membidani berdirinya harian Media Indonesia dan stasiun televisi Metro TV.
Nama Surya kembali muncul di peta politik nasional ketika memasuki era reformasi, tepatnya pada masa Pemilu 2004. Pemilu 2004 sendiri merupakan sebuah titik balik demokrasi di Indonesia yang ditandai dengan adanya pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat untuk pertama kalinya. Sebelumnya, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan oleh anggota MPR.
Sebagai kader senior Partai Golkar, Surya mengusulkan agar partainya menggunakan sistem konvensi untuk menyeleksi calon presiden dari partai itu. Surya berharap konvensi yang digelar dapat memulihkan citra Partai Golkar dan menjadi pendidikan politik yang cerdas. Sebelumnya, citra Partai Golkar memang memburuk setelah jatuhnya Presiden Suharto yang berkuasa selama 32 tahun.
Meski berstatus sebagai pencetus konvensi, Surya ikut mengikuti konvensi itu walau tidak menargetkan kemenagan. “Di situ ada nilai yang harus kita berikan, sacrifice dari diri kita, pengorbanan. Tidak melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang luxurious yang harus kita timang-timang dan kita pertahankan sepanjang masa,” kata Surya dikutip dari Tokoh Indonesia.
Setelah Pemilu 2004, Surya memperoleh jabatan yang cukup tinggi di Partai Golkar yaitu Ketua Dewan Penasihat Golkar. Sementara posisi Ketua Umum Golkar diisi Jusuf Kalla yang saat itu juga berstatus sebagai Wakil Presiden RI. Lima tahun setelahnya, giliran Surya yang berambisi merebut kursi pimpinan Partai Golkar setelah JK, panggilan Jusuf Kalla, tidak bersedia untuk dicalonkan kembali.
Pada Munas Golkar 2009, Surya menjadi salah satu pengurus Golkar yang mencalonkan diri menjadi ketua umum. Calon lainnya adalah Aburizal Bakrie, Yuddy Chrisnandi, dan Tommy Soeharto. Aburizal Bakrie merupakan saingan terkuat Surya karena ia didukung oleh tokoh senior Golkar, Akbar Tandjung, serta pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat RI. Bukan rahasia pula, Aburizal memiliki ambisi untuk menjadi Presiden RI pada 2014.
Munas yang digelar di Pekanbaru itu akhirnya dimenangkan oleh Aburizal Bakrie yang meraih 296 suara dari total 537 suara. Sementara, Surya hanya memperoleh 240 suara. Meski kalah, petualangan politik Surya Paloh bukannya berakhir. Ia menggebrak pentas politik Indonesia ketika mendirikan organsisasi Nasional Demokrat pada 2010. “Golkar tidak lagi memerlukan orang seperti saya, dan saya juga tidak memerlukan Golkar lagi,” kata Paloh dikutip dariVIVA.
Nasional Demokrat, Bentuk Ambisi Politik Surya
Surya Paloh resmi mendirikan Partai Nasional Demokrat pada tahun 2011.
Sumber: beritasatu.com
Walau memiliki pengalaman segudang, tidak mudah bagi Surya Paloh untuk membesarkan Nasional Demokrat (NasDem). Dalam waktu berbulan-bulan, ia keliling dari satu daerah ke daerah lain untuk berorasi demi mempromosikan NasDem. Hasilnya, ia berhasil mendirikan puluhan Dewan Pimpinan Wilayah dan ratusan Dewan Pimpinan Cabang hanya dalam waktu dua tahun.
Oleh sebab itu, NasDem pun semakin populer di tengah masyarakat. Apalagi ditambah dengan iklannya yang banyak muncul di Metro TV, stasiun milik Surya Paloh.Berkembang cepatnya NasDem ini membuat beberapa pihak memprediksi bahwa organisasi ini akan bertransformasi menjadi partai politik guna memenuhi ambisi Surya dalam Pemilu 2014. Benar saja, pada 2011 Partai Nasional Demokrat resmi berdiri.
Meski ditinggal beberapa deklarator organisasi NasDem yang kecewa dengan berdirinya Partai NasDem, Surya memperoleh ‘amunisi’ baru dengan bergabungnya konglomerat media yang bernama Hary Tanoesudibjo. Dengan bergabungnya Hary Tanoe, NasDem pun semakin gencar dipromosikan melalui media yang dimiliki Hary Tanoe dan Surya Paloh.
Namun, Hary Tanoe akhirnya ikut angkat kaki dari NasDem karena tidak setuju dengan rencana Surya Paloh yang hendak ‘merebut’ kursi Ketua Umum NasDem. Sebelumnya, Surya mengisi posisi Ketua Majelis Tinggi sementara posisi ketua umum disandang Patrice Rio Capella. Pada 2013, Surya pun terpilih menjadi Ketua Umum NasDem dan berhasil membawa partainya meraih 35 kursi DPR pada Pemilu Legislatif 2014.
Jumlah kursi NasDem yang di bawah ambang batas pencalonan presiden membuat partai itu mesti berkoalisi dengan partai lainnya untuk mengikuti Pemilu Presiden. Bersama PDI-P, PKB, Partai Hanura, dan PKPI, NasDem mencalonkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Capres dan Cawapres pada Pemilu 2014. Hasilnya, pasangan tersebut pun terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019 setelah mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Meski berhasil mengantarkan Jokowi-JK ke istana, Surya justru enggan menjabat sebagai menteri. “Jadi menteri rasanya sudah tua, daya vitalitas saya kurang,” kata Surya kepadaRepublika. Ia juga tidak menuntut jumlah kursi tertentu bagi NasDem. “Apapun juga Nasdem sejak awal deklarasikan komitmennya dengan dukungan tanpa syarat. Itu konsisten. Mau tambah mau kurang itu hak prerogatif Presiden,” katanya dikutip dari Kompas.
Senang Menggeluti Dunia Bisnis
Surya Paloh merupakan seorang konglomerat media pemilik Metro TV dan Harian Media Indonesia.
Sumber: gozzip.id
Seperti telah disinggung di atas, Surya Paloh memang merupakan seorang pengusaha yang bergerak di bidang pers. Setidaknya ia pernah memiliki tiga media yang besar di zamannya, yaitu harian Prioritas, harian Media Indonesia, dan stasiun Metro TV. Tak heran, Surya juga disebut-sebut sebagai seorang tokoh pers Indonesia.
Petualangan bisnisnya dimulai sejak ia kecil yaitu ketika memulai bisnis leveransir di Serbelawan pada 1965. Saat itu, ia sering membawakan berbagai kebutuhan rumah tangga untuk menyenangkan hati ibunya. Sejak kecil Surya memang sudah tidak lagi memerlukan uang jajan dari orang tuanya.
Ketika beranjak remaja, Surya pun dipercaya untuk menjadi manajer di beberapa perusahaan. Pengalaman inilah yang membuatanya semakin dikenal sebagai pengusaha muda hingga terpilih menjadi Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Sumatera Utara.
Pada Mei 1986, ia mendirikan surat kabar harian Prioritas yang disambut baik oleh masyarakat. Tak sampai setahun, koran yang bermarkas di Gondangdia, Jakarta, ini berhasil balik modal hanya dalam waktu setahun. Koran ini disukai masyarakat karena pemberitaannya yang dinilai menarik dan berani. Namun, koran ini tak bertahan lama karena dibredel oleh pemerintah. Alasannya, pemberitaan koran ini dianggap kasar dan ‘terlanjang’.
Dibredelnya Prioritas bukannya membuat Surya patah semangat. Ketika mengajukan judicial review, Surya sadar bahwa selama ini pers dikekang oleh pemerintah. “Demokrasi harus ditegakkan,” katanya dengan tegas. Secara sembunyi-sembunyi, ia mengambil alih koranMedia Indonesia yang saat itu masih dianggap koran ‘pinggiran’. Melalui tangan Surya, Media Indonesia berhasil menjadi koran pagi terlaris nomor dua se-Indonesia.
Era reformasi yang membuka pintu sebesar-besarnya bagi kemerdekaan pers membuat Surya bertekad membangun media baru yang lebih besar. Pada 2000, ia meresmikan pendirian Metro TV, stasiun televisi pertama di Indonesia yang khusus berisi tayangan berita. Metro TV sendiri terinspirasi dari stasiun CNN yang ada di Amerika Serikat.
Semoga kisah Surya Paloh di atas dapat memotivasimu sahabat bintangplus.com! Surya Paloh dapat menjadi panutan kita tentang pentingnya memiliki jiwa kritis serta membangun relasi sebanyak-banyaknya melalui organisiasi.
http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/315-pembawa-suara-masa-depan?start=1#content
http://politik.news.viva.co.id/news/read/245355-jejak-surya-paloh-di-partai-golkar
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/10/20/ndqjj4-enggan-jadi-menteri-surya-paloh-vitalitas-saya-kurang
http://nasional.kompas.com/read/2016/07/18/16020271/surya.paloh.mengaku.tak.masalah.kursi.menteri.nasdem.diambil.golka