” Tidak Ada yang Mustahil “
HIDUPKATOLIK.com – Mukjizat Yesus tentang orang buta yang melihat dan orang mati yang dibangkitkan berpengaruh sangat besar pada Ferdinand Fransiskus Tumewu (40), seorang dokter spesialis mata.
Berkat imannya kepada Tuhan serta keahlian di bidangnya, banyak pasien yang mengalami gangguan penglihatan sembuh. Ia kerap menangani kasus-kasus seperti makulopati (peradangan pada saraf bagian dalam mata) yang tidak bisa disembuhkan. Tetapi, dengan doa dan pengobatan konservatif (tanpa operasi) dalam kurun waktu sekitar tiga bulan hingga satu tahun, pasien dapat menuai hasil yang menggembirakan. “Sekitar 80-90 persen mata mereka dapat berfungsi kembali,” ungkapnya.
Dokter Ferdinand juga kerap menangani kasus arteriosclerosis (degeneratif retina) yang disebabkan proses penuaan. Baginya, kondisi tersebut masih bisa disembuhkan walaupun membutuhkan waktu yang lama. Demikian pula masalah kebutaan akibat diabetes atau tekanan darah tinggi, insya Allah bisa disembuhkan.
Bahkan, pernah ada pasien makulopati akut bisa langsung sembuh. Demikian pula trauma pada retina karena pembengkakan saraf mata juga bisa disembuhkan. “Dalam melayani pasien, saya membutuhkan penyertaan Tuhan,” ungkapnya.
Kepada para pasiennya, dokter Ferdinand juga memberikan semacam penyegaran rohani. Baginya, tidak ada yang mustahil dengan campur tangan Tuhan. “Seperti yang ada di Alkitab, jangankan orang buta bisa melihat, orang mati pun bisa dibangkitkan!”
Berdoa dulu
Dalam praktiknya, dokter Ferdinand selalu meyakinkan pasiennya bahwa tidak ada penyakit mata yang tidak bisa disembuhkan. Keyakinan itu begitu mengakar di hatinya karena beberapa pasien yang ia tangani pulih kembali. Dalam proses pengobatan, dokter Ferdinand selalu menyarankan pasiennya agar berdoa terlebih dahulu sesuai agamanya masing-masing.
Dengan dukungan doa, ia yakin segala penyakit dapat disembuhkan. “Pelayanan saya selalu melibatkan bidang kerohanian,” tandasnya.
Demikian pula kepada pasien non Kristiani, ia meminta hal serupa, yaitu dukungan doa. “Karena tidak ada yang mustahil kalau Yang di Atas sudah campur tangan,” ujar ayah penyanyi cilik, Patrick Tumewu ini.
Berita tentang kepiawaian dokter Ferdinand menyembuhkan penyakit mata segera menyebar dari mulut ke mulut. Banyak orang dari daerah bahkan dari luar negeri berobat kepadanya. Setiap liburan akhir tahun bersama keluarganya, ia menyempatkan diri mengobati pasien di luar kota bahkan di luar negeri. “Bagi saya, pengobatan pasien merupakan yang utama,” tandasnya.
Pada Hari Raya Idul Fitri 2009 misalnya, ia sengaja berkeliling Pulau Jawa untuk mengunjungi para pasien. Pengobatan di luar kota biasanya ia sesuaikan dengan jadwal liburan keluarganya, yakni pada saat liburan sekolah. Hal tersebut tak mungkin ia lakukan pada hari-hari kerja karena jadwal praktiknya sedemikian padat.
Pendekatan yang ia lakukan kepada para pasiennya adalah sebagai dokter keluarga. “Jadi, ketika liburan, saya mampir ke rumah-rumah pasien di berbagai daerah. Karena, melayani itu tidak hanya di tempat praktik tetapi bisa di mana saja. Asalkan mereka memanggil, saya siap datang,” paparnya.
Dokter pemurah
Selain bertangan dingin, Ferdinand Tumewu juga dikenal sebagai dokter yang pemurah. Ia berusaha tidak membeda-bedakan pasien. Pasien yang tidak mampu pun ia layani dengan sepenuh hati, termasuk para janda dan para penyandang cacat. Hal itu ia lakukan dengan tulus karena keinginannya membantu sesama.
Baginya, yang utama adalah pelayanan, bukan mengejar materi. “Kadang-kadang ada pasien yang tidak punya uang datang kepada saya. Biaya konsultasi saya bebaskan. Lalu, saya beri resep obat sesuai dengan kondisi pasien,” ujarnya.
Karena kemurahan hatinya, rumah sakit tempatnya bekerja selalu kebanjiran pasien. Dahulu sebelum dibatasi, jumlah pasiennya dalam satu hari mencapai 80 orang. Tetapi, saat ini sakit membatasi pasiennya hingga 40 orang saja.
Menurutnya, para pasien itu datang kepadanya karena betul-betul membutuhkan pertolongan. “Karena itu, meski waktu praktik sudah selesai, saya tetap menunggu sampai pasien habis,” tegasnya.
Dokter Ferdinand kerap mengingatkan pihak rumah sakit untuk menerima pasien yang tidak berpunya. “Kalian sendiri yang menulis bahwa sakit ini melayani dengan penuh cinta kasih,” sitirnya.
Di rumah sakit tempatnya bekerja memang tidak seperti rumah-rumah sakit pada umumnya, yang harus memberikan uang muka terlebih dahulu sebelum pasien dirawat.
Dokter Ferdinand mau bekerja di sakit yang mau menerima pasien miskin. Bagaimanapun, meski tidak mampu, seorang pasien tetap mencari dokter yang terbaik agar penyakitnya bisa disembuhkan. “Tidak masalah, orang miskin berobat pada saya, saya terbuka. Tentu saya akan melihat kondisi pasien terlebih dahulu,” ujar dokter asal Manado ini.
Pelayanan medis, bagi dokter Ferdinand, sama seperti yang diajarkan Tuhan Yesus, yakni membasuh kaki murid-murid-Nya. Ia pun berupaya melayani sesama tanpa pilih bulu. Ia percaya, dengan banyak menolong orang yang berkesusahan, berkat Tuhan senantiasa melimpah. “Itu yang saya yakini dan selalu terjadi dalam hidup saya,” tegas suami Silviana ini.
Jangan sepelekan
Apa yang dilakukan dokter Ferdinand saat ini, ternyata telah dikerjakannya sejak ia masih bertugas di Sulawesi sebagai dokter umum. Baginya, Tuhan sungguh luar biasa, penuh cinta kasih. “Melalui tangan kita, Ia memberikan apa yang menjadi hak orang lain. Jadi, kita jangan menyepelekan orang yang tidak mampu,” imbuh putra dr Robby Tumewu SpM ini.
Ia menegaskan, para pasien adalah manusia seutuhnya, citra Allah yang harus dibantu dengan sepenuh hati. Sewaktu masih menjadi dokter umum di daerah, selepas waktu praktik ia kerap mengunjungi pasien dari rumah ke rumah. Meski waktu praktiknya di puskesmas usai pada pukul 23.00 WITA, ia masih menyempatkan diri mengunjungi empat sampai tujuh pasien. Tak jarang kunjungannya baru selesai pukul 04.00 dini hari.
Tak jarang pula ia mendapati pasien yang harus mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk biaya berobat. Bahkan, ada yang terpaksa memakai tabungan anaknya. “Ternyata, untuk bisa bertemu saya, ada pasien yang harus mengumpulkan uang selama lima bulan. Padahal, matanya sudah parah dan ia ingin sekali sembuh,” kata dokter Ferdinand prihatin.
Ketika berobat, dokter Ferdinand membebaskan biaya konsultasi. “Tidak usah bayar, uangnya untuk beli obat saja,” ujarnya. Sontak pasien itu berteriak kegirangan. “Kalau dokter minta bayaran, mungkin saya belum bisa membeli obat,” jawab si pasien polos.
Bisa dikatakan, dokter Ferdinand merupakan salah satu dokter ‘langka’ yang peduli pada pasien miskin. Ia tak pernah alpa memohon campur tangan Tuhan dalam mengobati para pasiennya. Ia begitu yakin pada kekuatan doa. “Tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan,” tegasnya lagi.
Ketika pasien yang sembuh memeluknya atau bahkan bersujud di depannya, sebagai ungkapan rasa terima kasihnya, serta-merta dokter lulusan Universitas Sulawesi Utara ini mengemukakan, “Jangan begitu… kita sama, tidak ada yang beda.”
A. Sudarmanto