Di tengah sukacita umat Kristen merayakan natal, masih terjadi keresahan di sejumlah wilayah di Indonesia, khususnya tentang larangan beribadah yang terjadi di beberapa daerah.
Ketidakbebasan warga yang menganut agama Kristen untuk beribadah tersebut sangat kontras dengan ideologi bangsa Indonesia khususnya Pancasila sila ke-1, Ketuhanan yang Maha Esa.
Meski banyak daerah, umat Kristen dapat menjalankan ibadah natal dengan nyaman bahkan penuh toleransi, namun masih adanya diskriminasi tidak dapat dianggap sepele.
Di sejumlah daerah seperti Kota Manado, selain TNI Polri yang menjaga jalannya ibadah, ada juga warga yang menganut agama lain seperti Islam yang turut melakukan pengamanan.
Itu sudah menjadi tradisi toleransi dan tenggang rasa yang dijalankan dengan penuh sukacita dan akan terus diwariskan kepada anak cucu kelak.
Itulah yang membuat Anggota DPR Komisi I RI Hillary Brigitta Lasut SH LLM dari fraksi NasDem dapil Sulawesi Utara meradang.
Hillary mengaku bersyukur dan bangga karena di sejumlah daerah, toleransi antar umat beragama dijaga dengan teguh yang membuat Indonesia makin kuat.
Namun di sisi lain, masih adanya larangan beribadah dan membangun rumah ibadah juga menjadi hal memilukan.
Memilukan karena hingga kini belum terlihat adanya para pemegang kekuasaan yang turun tangan.
“Di tengah maraknya intoleransi dan pelarangan ibadah di Indonesia, di mana para calon presiden (capres) dan tokoh-tokoh politik besar? Masyarakat non mayoritas membutuhkan dukungan,” ujar Hillary di perayaan natal kedua, Senin (26/12/2022).
Di hari natal ini, Hillary berharap, para petinggi khususnya eksekutif yang punya kuasa pengelolaan negara dapat mengerahkan aparat untuk menindak tegas para penabur bibir intoleran yang merajalela, tidak peduli di daerah mana selama masih di Indonesia.
Hillary pun dengan tegas menyebut, suara minoritas jangan hanya didengar saat dibutuhkan untuk kebutuhan pilkada.
“Jangan cari suara minoritas dan janji manis mendekati pemilu dan pilpres, tapi di saat begini umat minoritas menjerit di dalam hati tapi tidak ada yang mau mempertaruhkan jabatan dan simpati untuk bertindak tegas. Legislatif bisa berkoar tapi tetap eksekutif pengambil keputusan,” tegas Hillary.
Hillary pun berharap, hal ini dapat dijadikan pertimbangan agar masyarakat nantinya mau memilih pemimpin yang mau bersuara tegas soal intoleransi.
“Pilih yang mau menindak tegas dan mengecam segala bentuk pelarangan ibadah. Jangan mau tertipu dengan janji manis mereka yang enggan menanggung resiko untuk kepentingan rakyat,” kata Hillary.
Hillary berharap, para tokoh besar yang punya kekuasaan, yang mengaku berjiwa nasionalis yang tinggi dan punya visi besar untuk Indonesia, dapat membuktikan kata-kata indahnya lewat upaya menindak dan mengecam serta mensosialisasikan gerakan anti Intoleransi langsung ke titik-titik kejadian, baik secara fisik maupun virtual.
“Mewakili rakyat Indonesia kaum minoritas yang sudah gerah dengan tidak adanya ketegasan dalam penegakan sila pertama Pancasila,” kata Hillary.
Diketahui, Hillary Lasut juga telah menyurat secara resmi kepada Presiden RI terkait masalah intoleransi dan pelarangan ibadah serta kesulitan mendirikan rumah ibadah di daerah-daerah.
Apalagi belum lama ini, ada sejumlah kasus viral tentang pelarangan ibadah, seperti di Bogor, Bolaang Mongondouw Timur, Sulawesi Utara dan juga ada di tempat lain.
Lewat surat tersebut, Hillary berharap ada ketegasan ke semua kepala daerah dan gerakan aparat ke semua titik untuk sosialisasi.
Sementara bagi tokoh masyarakat desa setempat yang belum paham apa itu toleransi, harusnya mendapat penataran terlebih dahulu.
“Saya sudah buatkan tembusan juga ke Kapolri, Panglima TNI, Kemenag, Kepala Staff Kepresidenan, Mensesneg, Pimpinan MPR DPR DPD dan tembusan ke semua organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan agar besama-sama, bahu-membahu mengatasi masalah ini,” pungkas Hillary.