Bintangplus.com, Sulawesi Utara – Dalam langkah yang telah lama ditunggu, Bareskrim Polri mengambil alih kendali dalam upaya penertiban aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) menggunakan alat berat di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.
Aktivitas ilegal yang diduga kuat dijalankan oleh seorang lelaki berinisial A, alias Ko An, telah menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat setempat, mengingat dampak buruknya terhadap lingkungan dan minimnya tindakan penegakan hukum oleh aparat lokal.
Tim Tipidter Bareskrim Polri, dalam operasi pekan lalu, menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus yang menyita perhatian publik ini. Masyarakat Sangihe, yang sudah lama merasa terganggu oleh aktivitas merusak ini, tampaknya akhirnya mendapatkan jawaban atas keluhan mereka.
Menurut Mashudi Kapahang Ketua AMTI Sulut (Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia), kabar penangkapan ini hanya menyingkap lapisan awal dari masalah yang lebih dalam dan sistemik: dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam mendukung atau setidaknya mengabaikan praktik ilegal tersebut.
“Penyelidikan kasus PETI di Sangihe menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di Indonesia. Dalam konteks hukum, kasus ini menimbulkan pertanyaan penting tentang integritas dan akuntabilitas lembaga penegak hukum, yang seharusnya melindungi kepentingan publik dan lingkungan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan dasar hukum yang kuat untuk menangani pelanggaran seperti PETI, namun implementasi dan penegakannya sering kali menemui hambatan, tidak terkecuali dugaan perlindungan oknum aparat kepada pelaku,” Tegas Mashudi Kapahang.
Selain itu, kasus ini memperlihatkan pentingnya sinergi lintas lembaga dalam mengatasi masalah lingkungan dan legalitas. Koordinasi antara Bareskrim Polri, Polda Sulut, dan lembaga pemerintah lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak hanya esensial dalam penanganan kasus spesifik ini tetapi juga dalam menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih kuat dan responsif terhadap kejahatan lingkungan.
“Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi publik juga menjadi kunci. Keluhan masyarakat terhadap aktivitas PETI menunjukkan bahwa masyarakat bisa dan harus menjadi mata dan telinga dalam pengawasan lingkungan, memberikan informasi vital kepada pihak berwajib untuk tindakan lebih lanjut.
Akhirnya, transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum menjadi sangat penting. Dalam kasus seperti Sangihe, dimana dugaan keterlibatan oknum aparat menjadi perhatian, pembuktian tindakan hukum yang adil dan terbuka akan sangat berarti dalam membangun kembali kepercayaan publik.
“Sebagai langkah maju, intervensi Bareskrim Polri dalam kasus PETI alat berat di Sulawesi Utara bukan hanya tentang penegakan hukum semata. Ini adalah pernyataan tentang komitmen negara dalam melindungi lingkungan dan memastikan keadilan sosial bagi masyarakatnya. Keterlibatan aparat hukum yang serius dalam kasus ini memberi harapan baru terhadap upaya bersama melawan kejahatan lingkungan dan menjaga keberlanjutan alam Indonesia bagi generasi yang akan datang,” Tutup Mashudi Kapahang.